Demokrasi Pada Masa Orde Lama
DEMOKRASI PADA MASA ORDE LAMA
Pada
masa orde lama, ada 2 macam demokrasi yang sempat diberlakukan:
1.
DEMOKRASI
LIBERAL
2.
DEMOKRASI
TERPIMPIN
DEMOKRASI LIBERAL
Tanggal
14 November 1945, pemerintah RI mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan
sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer dengan sistem
pemerintahan liberal. Demokrasi Liberal berarti kekuasaan ditujukan untuk
individu atau golongan. Sementara pemerintahan dengan sistem
parlementer adalah sistem pemerintahan yang menteri-menterinya bertanggung
jawab atas DPR. Segala kebijakan pemerintah harus sesuai dengan keinginan DPR.
KELEBIHAN
• Seharusnya, jika pemerintahan
dijalankan dengan baik, maka HAM rakyat Indonesia seharusnya lebih terjamin.
• Karena DPR adalah perwakilan
rakyat, seharusnya keputusan yang mereka sepakati dapat mencakup seluruh
keinginan rakyat.
KEKURANGAN
• Karena seluruh kebijakan
pemerintah keputusannya ada di DPR, DPR bertingkah semena-mena.
• Kritik masyarakat yang ingin memperbaiki dan membangun pemerintah
tidak diterima oleh DPR dan dianggap menjatuhkan.
• Pemerintah tidak stabil.
• Dominannya partai politik.
PENYIMPANGAN
• Pada awal pengambilan keputusan
sudah terjadi penyimpangan karena seharusnya pemerintah bersifat mementingkan
kepentingan seluruh rakyat Indonesia (sesuai dengan Pancasila), bukan mementingkan kepentingan individu
(demokrasi liberal)
• Pembatasan salah satu HAM yaitu hak berpendapat, pada masa itu,
rakyat tidak bisa mengeluarkan pendapat karena takut akan DPR yang pasti akan
sewenang-wenang menghukum mereka apabila pendapat yang dilontarkan adalah
pendapat yang bisa menjatuhkan kekuasaan DPR.
LATAR BELAKANG TERJADINYA DEKRIT PRESIDEN
Dekret
Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan konstituante untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai
bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958
belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan
masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD 1945 semakin kuat. Dalam
menanggapi hal itu, Presiden Soekarno
lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang
isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945. Pada 30 Mei 1959 Konstituante
melaksanakan pemungutan suara.
Presiden
soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3 keputusan yaitu:
1.
Menetapkan
pembubaran konstituante.
2.
Menetapkan
UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak berlakunya UUDS
1950.
3.
Pembentukan
MPRS dan DPRS.
DEMOKRASI TERPIMPIN
Demokrasi
terpimpin
adalah kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
Setelah
demokrasi liberal gagal, sistem parlementer berubah menjadi sistem presidensial
kembali. Pada saat itu, pemerintah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Peran
dominan pada presiden.
2)
Terbatasnya partai
politik.
3)
Berkembangnya pengaruh komunis.
4)
Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur-unnsur sosial politik.
KELEBIHAN
• Pemerintah lebih stabil.
• Pemerintah memiliki arahan dalam
bekerja yaitu arahan dari presiden
KEKURANGAN
• Presiden menjalankan pemerintah
secara Otoriter
• Pemerintahan tertutup.
• Aspirasi masyarakat tidak
dihiraukan.
• Bertentangan dengan prinsip
demokrasi.
• Berkembangnya pengaruh PKI
PENYIMPANGAN
• Tahun 1960, presiden membubarkan
DPR hasil pemilu, padahal dalam penjelasan UUD 1945 saat itu ditentukan bahwa
presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR.
• Dengan ketetapan MPRS No.
III/MPRS/1963 Ir. Soekarno diangkat menjadi presiden seumur hidup. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 yang menetapkan masa jabatan presiden
lima tahun.
• Penyelewengan di bidang
perundang-undangan seperti menetapkan penetapan presiden yang memakai dekrit
presiden 1959 sebagai sumber hukum.
• Jaminan HAM lemah
• Terjadi sentralisasi kekuasaan
• Peranan parlemen yang lemah
Pelaksaan
Pemilu masa Orde Lama
Pada
masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai
dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal
bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta
perorangan.
Pada
masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia
dilakukan penyederhanaan dengan Perpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres
No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran
partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10
partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai
berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan
PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi
dibubarkan.
PELAKSANAAN
PEMILU TAHUN 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955
adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu
ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.
Pemilu ini bertujuan untuk
memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang
diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua
kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat
pemerintah.
Tahap
Ke I
Tanggal 29 September 1955 untuk
memilih anggota DPR ( Parlemen )
Tahap
Ke II
Tanggal 15 Desember 1955 untuk
memilih anggota Konstituante
Kesimpulan
Pemilu
tahun 1955 sukses dilaksanakan sesuai asas demokrasi, tetapi tidak memenuhi
harapan rakyat. Hal ini dikarenakan masing-masing parpol mementingkan
kepentingan sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya pertikaian antar parpol.
Hasil
penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan
dalam percaturan politik pada masa itu. Masyumi menjadi partai Islam terkuat,
dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan,
termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Selatan, dan
Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya
mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur
setengahnya.
Berikut
hasil Pemilu 1955:
• Partai Nasional Indonesia (PNI) -
8,4 juta suara (22,3%)
• Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
• Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara
(18,4%)
• Partai Komunis Indonesia (PKI) -
6,1 juta suara (16%)
Note : Buat kalian yang mau ambil materi ini untuk tugas kalian silahkan tapi tolong jangan hanya di copy cat saja, tapi pelajari materinya agar kalian memahami apa yang akan kalian kerjakan.
Saya izin copy, buat tugas pkn.
BalasHapusTerima kasih sudah share ilmu..
Sama-sama ^-^
HapusTerimakasih. Sgt membantu
BalasHapusSama-sama ^-^
Hapusterimakasih. semoga ini dapat membantu saya dlm ujian akhir sekolah besok
BalasHapusSama-sama, amin..
HapusSemangat!